Sunday, April 22, 2007

Meneladani Rasulullah SAW

Tidak sedikit orang terutama kaum muslimin yang mengenal sosok Beliau. Kepribadian yang mengagumkan serta kisah perjalanan hidup Beliau memang banyak menarik perhatian umat manusia. Bagaimanakah Rosulullah dibenak kaum muslimin???
Rasulullah SAW, satu-satunya USWAH
Beliau adalah Rasulullah Muhammad SAW. Seorang Nabi Khatimul Anbiya’ (Nabi terakhir) yang dilahirkan di Mekkah pada Senin pagi, tepatnya pada tanggal 12 Rabiul Awwal, permulaan tahun dari peristiwa gajah. Beliau dilahirkan dalam kondisi yatim oleh seorang ibu bernama Aminah. Tak lama setelah Beliau berada dalam pelukan ibunya selama enam tahun, ibunya kemudian meninggal. Jadilah Beliau seorang anak yatim piatu. Lahirnya Rasulullah ke dunia ini, menjadi penerang bagi umat manusia setelah sebelumnya umat manusia berada dalam kegelapan jaman jahiliyyah dan telah kehilangan pegangan hidupnya. Saat ini, bulan Rabiul Awal dirayakan sebagai bulan kelahiran Nabi Muhammad oleh sebagian besar umat Islam. Berbagai macam acara diselenggarakan untuk menyemarakkan hari tersebut. Dan yang menjadi pertanyaan adalah Apakah poin utama momentum Rabiul Awwal ini sebuah perayaan untuk mengenang Rosulullah?
Saat itu Rasulullah Muhammad SAW diutus oleh Allah sehingga dengan dakwahnya Beliau berhasil mengeluarkan umat manusia dari keadaan jahiliyah penuh kesesatan, kedzaliman, dan pengumbaran hawa nafsu menuju kehidupan Islam yang penuh cahaya, rahmat ciptaannya agar tidak mengalami kerusakan. Begitu pula manusia, yang begitu asing terhadap dunia maka mereka sangat membutuhkan tuntunan dari Allah melalui perantara Rasulullah SAW agar selamat.
Rosulullah telah membimbing manusia bagaimana cara ibadah yang benar dan memberi teladan cara menyembah Allah melalui pelaksanaan aturan-aturanNya mulai dari masalah makanan, pakaian, akhlaq, pertekonomian dll.
Cara Meneladani Rasulullah SAW
Sebagai seorang muslim, mengikuti (ittiba’) Rasulullah dan menjadikan Beliau sebagai uswah (suri teladan) merupakan kewajiban. Kewajiban tersebut merupakan konsekuensi bagi seorang muslim yang beriman kepada Rasulullah Muhammad SAW. Selain itu, mengikuti Rasulullah merupakan bukti bahwasannya kita mencintai Allah SWT, sebagaimana yang disampaikan Allah dalam firman-Nya, “Katakanlah: jika kamu (benar-benar) mencintaiAllah, ikutilah aku niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu,” (QS. Al-Imran : 31). Adapun manifestasi seorang muslim yang beriman kepada Rasulullah adalah dengan mengikuti apa yang Beliau sampaikan baik perkataan maupun perbuatan Beliau. Dan tidak mengambil hukum kecuali dari Beliau serta mendakwahkan Islam sebagaimana yang telah Beliau tuntunkan kepada kita.
Meneladani atau mengikuti (ittiba’) Rasulullah bukan berarti meniru atu melakukan ulang semua perbuatan Nabi Muhammad SAW. Perlu ditinjau terlebih dahulu mengenai perbuatan Nabi yang harus diikuti dan perbuatan Nabi yang tidak boleh diikuti oleh umat Beliau disebabkan perbuatan tersebut hanya dikhususkan kepada Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, sebelum mengikuti (ittiba’) Rasulullah SAW, kaum muslimin harus membedakan perbuatan-perbuatan Rasulullah SAW yang pada hakekatnya dibagi menjadi dua macam, antara lain:
Pertama, kategori jibiliyah, yakni perbuatan yang dilakukan Nabi sebagaimana manusia pada umumnya semisal cara berdiri, makan, minum, tidur, berjalan dan sebagainya. Hukum mengikuti perbuatan Nabi yang termasuk kategori jibiliyah adalah mubah dan bukan termasuk perbuatan yang disunnahkan.
Kedua, ghairu jibiliyah. Perbuatan-perbuatan yang termasuk ghairu jibiliyah ini, ada yang dikhususkan hanya untuk Nabi saja dan ada pula yang tidak. Bila perbuatan itu dikhususkan untuk Nabi semisal Nabi melanjutkan shaum pada malam hari tanpa berbuka selama tiga hari, dibolehkannya Nabi menikah dengan lebih dari empat wanita, maka tidak seorangpun dari umatnya yang boleh mengikutinya. Bahkan hukumnyapun jelas yaitu haram. Sementara, perbuatan Nabi yang tidak dikhususkan untuk Beliau maka bagi umatnya bisa masuk wajib ataupun sunnah mengikutinya Untuk kategori sunnahnya Belaiau semisal Sholat Dhuha, Tahajud, puasa senin& kamis dsb. Sedangkan untuk kategori yang diwajibkan untuk diikuti adalah sholat lima waktu dan caranya, puasa romadhon, metode dakwah beliau, penerapan hukum pidana dll. Untuk perbuatan yang merupakan penjelas Al-Qur’an maka wajib diikuti dan untuk perbuatan Beliau yang mengindahkan aktivitas untuk bertaqorrub pada Allah maka sunnah. Sebagaimana sabda Beliau, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”.
Khatimah
Dari uraian diatas bisa kita lihat betapa Rasulullah SAW merupakan uswah yang patut diteladani oleh seluruh umatnya. Sesungguhnya selain kepribadian Beliau yang agung dan menawan, perjuangan Beliau dalam menyiarkan Islam adalah suatu keteladanan bagi umat Islam agar senantiasa mendakwahkan dan melestarikan Islam ditengah-tengah kehidupan umat manusia yang saat ini jauh dari aturan Islam. Dengan demikian, maka umat Islam akan mampu menjadi umat terbaik dan mengembalikan Islam sebagai rahmatan lil’alamin.

Tanda-tanda Riddah

Saat ini banyak umat Islam yang melakukan amal perbuatan serupa dengan orang-orang yang ingkar pada Allah. Atau mereka sedikit demi sedikit melenceng dari agama Islam. Bahkan ada juga yang mulai ridho ketika mencampur aqidahnya dengan selain Islam. Hal tersebut tentunya sangat membahayakan kondisi keimanannya karena bisa menghantarkannya pada tanda-tanda riddah.
Apakah yang dimaksud riddah?
Riddah secara bahasa berarti kembali kepada kekafiran. Sedangkan menurut istilah berarti meninggalkan dienul Islam dan menolak dien atau aqidah lain yang bertentangan dengan aqidah Islam. Dan orang yang melakukan perbuatan riddah disebut murtad. Ad Dimyati, seorang ulama, dalam kitabnya Mafahim Aqidah Fil Islam menyebutkan bahwa riddah ada tiga macam, yaitu I’tiqod (keyakinan), perbuatan dan pernyataan.
Berikut ini adalah tanda-tanda Riddah (kemurtadan):
1. Meminta perlindungan, ketaatan dan kekuasaan atau hak untuk membuat hukum kepada selain Allah. Dengan kata lain seseorang yang meyakini bahwa aturan Islam tidak layak untuk masa kini atau meyakini aturan lain lebih layak maka berarti ia telah kufur dan keluar dari Islam.
Hal ini sebagaimana firman Allah, “Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.” (Al-Maidah:44)
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhukum kepada thaghut padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka dengan penyesatan yang sejauh-jauhnya. “ (An-Nisaa’:60)
2. Membenci sesuatu yang ada dalam Islam. Misalnya ada orang yang menyatakan, “Saya tidak suka pada sistem ekonomi Islam karena melarang riba, suap, penimbunan harta, dan sebagainya atau saya benci aturan berjilbab karena membatasi hak-hak wanita.” Atau mengatakan, “Saya benci aturan pergaulan dalam Islam karena melarang berpacaran.” Maka orang ini telah melakukan perbuatan riddah. Sebagaimana firmanNya,”Dan orang-orang yang kafir maka kecelakaanlah bagi mereka dan Alalah menyesatkan amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (yaitu Al-Qur’an) lalu Allah menghapus pahala amal-amal mereka.” (Qs. Muhammad 8-9)
3. Menertawakan ajaran atau syiar (symbol-simbol) Islam seperti ruku’ dan sujud dalam sholat atau thawaf di sekitar ka’bah dan sebagainya, yang termasuk dalam makna istizaa’ (merendahkan, mengejek, menghinakan) misalnya terhadap pakaian wanita muslimah yang longgar dikatakan mirip tenda atau karung. Menertawakan hal semacam ini sudah cukup menjadikan seorang muslim keluar dari agamanya, sebab Allah berfirman, “Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka teruskanlah ejekanmu (terhadapa Allah dan RasulNya). Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu. Dan jika kamu tanyakan pada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu) tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja. Katakanalah,”Apakah kepada Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok? Jangan kamu minta maaf karena kamu sungguh telah kafir sesudah beriman. Jika kami maafkan segolongan dari kamu (lantaran kamu bertaubat) niscaya Kami akan mengazab golongan yang lain disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa (At-Taubah: 64-66)
4. Menghalalkan apa-apa yang diharamkan Allah swt dan mengharamkan apa-apa yang dihalalkan Allah swt. “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa-apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta ini halal dan ini haram, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengadakan kebohongan tehadap Allah tiadalah beruntung. (itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi meeka azab yang pedih. (An-Nahl 116-117)
5. Iman kepada sebagian ajaran Islam dan kufur kepada sebagian lainnya. Seperti orang yang iman bahwa Islam itu sekadar agama ritual dan ia ingkar bahwa Islam adalah agama yang mengatur ekonomi, hukum, politik, pengadilan, dan sebagainya. Atau orang yang mengatakan bahwa Islam tidak erkaitan dengan system sosial, Islam hanya terkait dengan masjid-masjid, tidak ada kaitannya dengan negara, interaksi sosial atau sanksi hukum. Juga Islam tidak berkaitan dengan pakaian dan makanan sehingga laki-laki dan perempuan berpakaian sekehendaknya sendiri. Allah swt berfirman,”Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan RasulNya dan bermaksud meperbedakan antara Allah dan RasulNya dengan mengatakan, “Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain) serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kufur). Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir itu siksaan yang menghinakan. (An-Nisaa’:150-151)
6. Seruan untuk beriman hanya kepada Al-Quran dan mengingkari sunnah (paham ingkar sunnah). Hal tersebut adalah kufur karena adanya ayat-ayat yang tegas memerintahkan untuk mengikuti Rasulullah saw. “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya bagimu, tinggalkanlah (Al-Hasyr 7)
7. Mengejek (menjadikan bahan tertawaan) salah satu perbuatan Rasulullah saw. Seperti mencela perbuatan rasulullah saw dalam hal jumlah istri, bahwa Rasullullah mempunyai 9 istri pada satu waktu dengan dasar nafsu semata-mata. Atau mengatakan bahwa Rasullullah mengharamkan umatnya kawin dengan lebih dari 4 wanita padahal dia mengawini 11 wanita.
8. Seruan sebagian orang yang menyatakan bahwa Al-Quran mempunyai makna batin (tersembunyi) yang berbeda dengan makna dzahirnya. Atau Al-Quran mempunyai makna batin yang hanya dapat dipahami sebagian orang dengan perantaraan ilham.
Dengan seruan dan pernyataan itu dijadikan dasar mereka mengatakan Islam belum sempurna maknanya. Kemudian mereka mencari takwil (pemaknaan) Al-Quran dan mengubah maknanya yang sesuati dengan keinginan dan kepentingan mereka sendiri.
9. Meyakini bahwa Allah swt itu menyatu dengan makhluk misalnya pendapat kaum Nustairiyah yang menyatakan bahwa Allah swt menyatu pada diri Ali bin Abi Thalib.
10. Menyeru kepada paham-paham yang bertentangan dengan Islam. Misalanya menyeru kepada paham qoumiyah (golongan) dan wathoniyah (kebangsaan). Setiap orang yang menyeru kepada paham-paham semacam itu dan menjadikannya sebagai dasar ajaran dan tujuan kemudian melakukan langkah usaha dan upaya kea rah itu, maka ia berarti melakukan tindakan kekufuran dan oaring yang melakukannya telah keluar dari Islam. Sebagaiman sabda Rasulullah saw, “Tidak termasuk golonganku oang yang mengarah pada ashobiyah (golongan) dan tidak termasuk golonganku orang ynag berperang karena ashobiyah dan tidak termasuk golonganku orang yang mati karena ashobiyah (HR. Dawud)
11. Meyakini kebenaran sesuatu yang bertentangan dengan aqidah Islam. Ragu terhadap aqidah Islam, ragu terhadap yang qothi mengeluarkan ucapan-ucapan kufur atau berbuat tindakan kufur. Misalnya mengatakan Allah swt mempunyai sekutu, bahwa Al-Quran itu bukan kalamullah, ingkar terhadap perkara-perkara yang diatur agama seperti ingkar terhadap sholat, zakat, puasa, haji dan wajibnya jihad, haramnya minum khamr, judi, zina dan sebagainya.
Semoga tanda-tanda tersebut di atas tidak terdapat pada diri kita, pada orang-orang yang kita sayangi. Wallahu’alam bishshowab.

Sunday, April 15, 2007

KASIH SAYANG

Pada bulan Februari, kita selalu menyaksikan media massa, mal-mal, pusat-pusat hiburan bersibuk-ria berlomba menarik perhatian para remaja dengan menggelar pesta perayaan yang tak jarang berlangsung hingga larut malam bahkan hingga dini hari. Semua pesta tersebut bermuara pada satu hal yaitu Valentine’s Day. Biasanya mereka saling mengucapkan “selamat hari Valentine”, berkirim kartu dan bunga, saling bertukar pasangan, saling curhat, menyatakan sayang atau cinta karena anggapan saat itu adalah “hari kasih sayang”. Benarkah demikian?
Sejarah Valentine’s Day
Sungguh merupakan hal yang ironis (menyedihkan) apabila telinga kita mendengar bahkan kita sendiri ‘terjun’ dalam perayaan Valentine tersebut tanpa mengetahui sejarahnya.
Pada tahun 469 pihak gereja yakni Paus Celecius menetapkan tanggal 14 Februari untuk mengenang kematian seorang pendeta yang bernama Saint Valentine yang tewas sebagai martir pada abad III (martir adalah istilah yang dipakai untuk orang-orang yang mati mempertahankan prinsip-prinsipnya) dan menetapkan menjadi Saint Valentine’s Day. Pastor Valentine ditangkap dan dipenjara karena menentang kebijakan kaisar Romawi (Cladius II) yang melarang pemuda-pemudi untuk menikah. Sang kaisar menginginkan pemuda-pemuda yang lajang untuk menjadi tentara dan pergi berperang. Tetapi sang pastor malah dengan diam-diam menikahkan sepasang muda-mudi. Hal ini diketahui oleh sang kaisar akibatnya sang dipancung pada tanggal 14 Februari 469.
Lalu bagaimana dengan ucapan “Be My Valentine?” Ken Sweiger dalam artikel “Should Biblical Christians Observe It?” (www.korrnet.org) mengatakan kata “Valentine” berasal dari Latin yang berarti : “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Maka disadari atau tidak, -tulis Ken Sweiger- jika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, hal itu berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena memintanya menjadi “Sang Maha Kuasa”) dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Dalam Islam hal ini disebut Syirik, yang artinya menyekutukan Allah Subhannahu wa Ta’ala. Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “the hunter” dewa Matahari. Disebut tuhan Cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri!
Itulah sejarah Valentine’s Day yang sebenarnya, yang seluruhnya tidak lain bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan pada pastor. Bahkan tak ada kaitannya dengan “kasih sayang”, lalu kenapa kita masih juga menyambut Hari Valentine?
Hukum Merayakan Hari Valentine
Keinginan untuk ikut-ikutan memang ada dalam diri manusia, akan tetapi hal tersebut menjadi tercela dalam Islam apabila orang yang diikuti berbeda dengan kita dari sisi keyakinan dan pemikirannya. Apalagi bila mengikuti dalam perkara akidah, ibadah, syi’ar dan kebiasaan. Padahal Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman yang artinya:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya.Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabannya” (Al Isra’ : 36).
Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam juga telah melarang untuk mengikuti tata cara peribadatan selain Islam:
”Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut.” (HR. At-Tirmidzi).
Bila dalam merayakannya bermaksud untuk mengenang kembali Valentine maka ia telah melakukan suatu kemungkaran yang besar. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata, “Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Karena berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah.
Ada Apa Dibalik Perayaan Valentine?
Allah telah berfirman dalam Al Baqoroh: 120.
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.”
Jelas sudah bahwa mereka senantiasa benci kepada kita kecuali kita berpartisipasi pada acara ritual mereka, model pakaian dan pola pikir yang mereka miliki. Dan perayaan Valentine adalah salah satu sarana mereka untuk memurtadkan kita tanpa kita sadari. Dan media massa seperti koran, tabloid, televisi, radio, majalah dan lain-lain, adalah sarana yang sangat efektif untuk kampanye program-program mereka. Jika terlibat didalamnya kita akan dijerumuskan kedalam kemaksiatan tanpa kita sadari.
Mari Istiqomah (Berpegang Teguh)
Tentunya sebagai kaum muslimin, demi menjaga kemurnian aqidah, kita wajib menumbuhkan kecintaan kita kepada Allah dan Rasulnya. Bila seseorang benar-benar mencintai Allah dan Rasulnya, maka orang tersebut akan berperilaku dan berpandangan bahwa apa yang baik adalah apa-apa yang baik menurut Allah dan Rasulnya dan yang buruk adalah buruk menurut Allah dan Rasulnya. Bukti kecintaan seseorang kepada Allah dapat dilihat dari sabda Rasulullah SAW: “Yang paling kuat ikatan imannya adalah orang yang apabila cinta dan benci, hanya karena Allah” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas)
Indikasi kecintaan seseorang kepada Allah adalah apabila orang tersebut merasa berat melangkahkan kakinya kepada suatu kebathilan, kemaksiatan, pergaulan bebas, peringatan keagamaan kepercayaan lain termasuk Valentine’s Day. Sedangkan mereka yang benar-benar cinta kepada Allah akan senantiasa sering beribadah di malam hari dan apabila dibacakan ayat-ayat tentang surga mereka menangis karena kerinduannya dan apabila dibacakan ayat-ayat tentang neraka maka mereka akan berteriak seakan-akan bencana neraka jahannam itu ada diantara kedua telinganya.
Apabila seseorang sudah mampu menjadikan dirinya orang yang senantiasa merindukan akan gambaran surga dan takut akan siksa neraka, maka dalam setiap amalnya dia akan senantiasa berpegang teguh dan terikat pada hukum-hukum Allah. Dan ketika hal itu yang kita jalankan maka kita tidak akan tersesat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh kepada keduanya kalian tidak akan tersesat, yaitu Al Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya”
Sudah saatnya kita aplikasikan cinta hakiki kita hanya kepada Allah dan Rasul-Nya dengan mendobrak dan mengingkari seluruh budaya jahiliyah yang berusaha ditanamkan oleh orang kafir barat kepada kaum muslimin. Sudah saatnyalah kita sadar dan melawan mereka yang berusaha menghalangi kebangkitan dan kejayaan Islam serta berusaha memadamkan cahaya Allah. Dengan apa? Tentu saja dengan senantiasa mengkaji dan memahami Al Qur’an dan As Sunah sebagai pedoman hidup kemudian diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari dan senantiasa berusaha menaati seluruh aturan yang telah diperintahkan Allah kepada manusia dan berusaha meninggalkan segala larangan-Nya.Semoga Allah memberikan kepada kita hidayah-Nya dan ketetapan hati untuk dapat istiqomah dengan Islam sehingga hati kita menerima kebenaran serta menjalankan ajarannya.